Atas nama “keindahan” fisik wanita telah dieksploitasi sedemikian rupa. Hampir tak ada ruang publik yang di dalamnya tidak ditonjolkan keindahan fisik (baca: aurat) kaum hawa. Televisi, internet, dan media cetak pun menjadi sarana yang sangat efektif untuk menebar pesonanya.
Bagi
sebagian besar masyarakat, majalah, tabloid, buletin, dan semacamnya,
telah menjadi kebutuhan bahkan tuntutan. Motif membacanya pun beragam.
Ada yang berdalih untuk mengikuti perkembangan mode terkini, ada yang
tak ingin ketinggalan dengan gosip terbaru tentang artis idolanya,
sekedar mengikuti perkembangan jaman, dan sejuta dalih lainnya.
Namun
tentu saja, tak setiap majalah membawa faidah. Karena, majalah dan
sejenisnya itu ternyata menyimpan musibah. Di antaranya terpampangnya
gambar-gambar, khususnya gambar wanita.
Tak
bisa dipungkiri, lembaran-lembaran majalah dan semacamnya itu, seolah
memang telah “mewajibkan” dimuatnya foto wanita, baik artis, bintang
iklan, maupun tokoh lain, dalam berbagai pose. Bahkan majalah yang
dikemas khusus untuk kaum pria pun tak ketinggalan menjajakan wanita
sebagai daya tarik untuk memancing minat pembaca. Seolah media tersebut
tak akan laku tanpa wanita. Lebih-lebih lagi gambar-gambar wanita yang
dapat memancing bergolaknya syahwat.
Sungguh,
keadaan yang demikian adalah musibah yang sangat mengerikan.
Tersebarnya gambar yang semacam itu akan menggiring masyarakat pada
kerusakan akhlak, sehingga perzinaan bukan lagi dianggap barang tabu.
Andaikan mereka mengingat lagi peringatan dari Rabb semesta alam ketika Dia berfirman:
وَلاَ تَقْرَبُوا الزِّنَى إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيْلاً
“Dan janganlah kalian mendekati perbuatan zina. Sesungguhnya zina itu adalah perbuatan yang keji dan sejelek-jelek jalan.” (Al-Isra: 32)
Dalam
ayat ini Allah ta’ala berfirman, melarang hamba-hamba-Nya dari berbuat
zina, mendekati perbuatan itu, dan melakukan hal-hal yang mendorong
serta mengantarkannya kepada zina. Demikian diterangkan oleh Al-Imam
Ibnu Katsir. (Tafsir Ibnu Katsir, 3/41)
Kalangan
ulama pun turut berbicara tentang permasalahan majalah ini. Asy-Syaikh
Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin rahimahullah secara gamblang
mengungkap, bagaimana sebenarnya keberadaan majalah-majalah yang ada
pada masa ini. Di belahan lain, seorang muhaddits dari Negeri Yaman
turut berbicara tentang permasalahan gambar secara khusus. Ketika
disibak dan dirunut kembali lembaran-lembaran yang memuat pembicaraan
mereka berdua, semogalah diraup banyak faidah.
Asy-Syaikh
Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin rahimahullah pernah diminta fatwanya
tentang majalah yang beredar di negerinya. Setelah dengan terpaksa
membolak-balik dengan cepat dan sekilas isi majalah yang disodorkan
kepada beliau -karena tidak mungkin beliau memberikan hukum tanpa tahu
isinya- beliau menyatakan:
Aku
dapatkan majalah-majalah ini –demi Allah– aku bersumpah dengan nama
Allah di tempat ini, sedangkan kalian menjadi saksi. Dan Allah yang ada
di atas kita menjadi saksi atas apa yang akan kukatakan dan atas apa
yang kalian dengar, aku dapati majalah-majalah ini menghancurkan akhlak
dan merusak umat. Seseorang yang berakal yang mau menelitinya tidak akan
ragu terhadap keinginan pengedar majalah ini di tengah masyarakat
muslimin.
Aku
dapati setelah melihat sendiri, ternyata majalah ini lebih buruk
daripada apa yang didengar. Kudapati dalam majalah ini, ucapan-ucapan
rendah, hina, tidak ada rasa malu sama sekali, yang ucapan semacam itu
bakal dimuntahkan oleh setiap orang yang memiliki akhlak yang lurus.
Aku
melihat di sampulnya ada gambar-gambar wanita. Demikian pula di
dalamnya ada gambar-gambar wanita yang akan menjerumuskan ke jurang
fitnah dengan berbagai penampilan mode yang rendah, yang menenggelamkan
dalam kerendahan dan dapat menggerakkan syahwat orang yang tidak
memiliki syahwat sekalipun.
Aku
dapatkan pula gambar kemasan-kemasan rokok yang mengajak manusia untuk
mengisapnya, dan aku dapatkan pula kemungkaran-kemungkaran yang besar
dan keji selain itu….”
Sedemikian buruknya keadaan majalah-majalah tersebut, hingga beliau juga menyatakan:
Aku
menyeru kalian untuk menjaga agama dan akhlak kalian. Aku menyeru
kalian untuk menjauh dari fitnah, baik yang tampak maupun yang
tersembunyi. Aku memperingatkan kalian agar tidak memasukkan koran dan
majalah yang penuh dengan gambar yang membuat fitnah, sarat dengan
kata-kata yang menyesatkan, dan mode-mode yang menyimpang, ke dalam
rumah kalian, hingga koran dan majalah itu jatuh ke tangan anggota
keluarga kalian. Akibatnya, koran dan majalah itu akan membinasakan dan
merusak akhlak mereka. Segala sesuatu yang dipampangkan dalam koran dan
majalah ini, akan memberi pengaruh terhadap orang yang mengumpulkannya
dalam keadaan ia senang dengannya dan dengan pemikiran yang disebarkan
dalam majalah itu.
Wahai
kaum mukminin, keberadaan majalah dan koran di dalam rumah akan
mencegah masuknya malaikat ke dalam rumah, karena malaikat tidak akan
masuk ke rumah yang di dalamnya terdapat gambar. Lalu bagaimana
persangkaanmu tentang rumah yang tidak dimasuki malaikat?
Oleh
karena itu, mengumpulkan majalah seperti ini haram hukumnya, haram
menjual dan membelinya, haram mencari keuntungan dengannya, haram pula
menghadiahkannya dan menerimanya sebagai hadiah. Setiap upaya yang
membantu penyebarannya di kalangan muslimin haram, karena perbuatan
demikian termasuk tolong-menolong dalam dosa dan permusuhan.
Allah ta’ala berfirman:
وَتَعَاوَنُوْا عَلىَ الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلاَ تَعَاوَنُوْا عَلىَ اْلإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ
“Dan tolong-menolonglah kalian dalam kebaikan dan takwa, dan janganlah kalian tolong-menolong dalam perbuatan dosa dan permusuhan.” (Al-Maidah: 2)
(Dari khutbah Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin rahimahullah yang dibukukan dengan judul Fitanul Majallat)
Gambar-gambar
makhluk bernyawa yang dimuat di majalah atau media lain merupakan salah
satu musibah. Seolah-olah suatu hal yang lumrah bila majalah dihiasi
dengan gambar semacam itu. Sementara telah jelas haramnya gambar-gambar
makhluk bernyawa, sebagaimana dikatakan oleh Jabir radhiallahu ‘anhu:
نَهَى رَسُولُ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ الصُّوْرَةِ فِي البَيْتِ وَنَهَى أَنْ يُصْنَعَ ذَلِكَ
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam melarang adanya gambar di dalam rumah dan
melarang membuat gambar. (Dihasankan oleh Asy-Syaikh Muqbil dalam
Ash-Shahihul Musnad, 1/168)
Yang
termasuk dalam larangan ini adalah semua gambar makhluk hidup, baik dua
dimensi maupun tiga dimensi, yang tidak memiliki bayangan maupun yang
memiliki bayangan (Hukmu Tashwir Dzawaatil Arwah, hal. 31, oleh
Asy-Syaikh Muqbil rahimahullah).
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda:
كُلُّ مُصَوِّرٍ فِي النَّّارِ، يَجْعَلُ لَهُ بِكُلِّ صُوْرَةٍ صَوَّرَهَا نَفْسًا فَتُعَذِّبُهُ فِي جَهَنَّمَ
“Setiap
tukang gambar tempatnya di neraka. Dijadikan setiap gambar yang ia buat
memiliki nyawa, kemudian gambar-gambar yang bernyawa itu mengadzabnya
di jahannam.”
Ibnu ‘Abbas radhiallahu ‘anhuma menyampaikan hadits ini kepada seorang tukang gambar, kemudian berkata, “Apabila mau tidak mau engkau harus menggambar, maka buatlah gambar pohon dan benda-benda yang tidak memiliki ruh.” (Shahih, HR. Muslim no. 2110)
Asy-Syaikh
Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i rahimahullah menjelaskan bahwa sebab-sebab
dilarangnya menggambar makhluk yang memiliki ruh adalah:
1. Gambar demikian memalingkan peribadahan kepada Allah, karena pada akhirnya gambar tersebut akan diibadahi.
‘Aisyah
radhiallahu ‘anha mengatakan, “Tatkala Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam sakit, sebagian istri beliau membicarakan tentang gereja
bernama Mariyah yang mereka lihat di Habasyah. Di antara istri beliau
yang pernah ke negeri Habasyah adalah Ummu Salamah dan Ummu Habibah
radhiallahu ‘anhuma. Keduanya menceritakan keindahan gereja tersebut dan
gambar-gambar yang ada di dalamnya. Mendengar hal itu, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam mengangkat kepala beliau seraya berkata:
إِنَّ
أُولَئُِكَ إِذَا كَانَ فِيْهِمُ الرَّجُلُ الصَّالِحُ فَمَاتَ بَنَوْا
عَلَى قَبْرِهِ مَسْجِدًا، وَصَوَّرُوْا فِيْهِ تِلْكَ الصُّوَرَ،
فَأُولَئِكَ شِرَارُ الخَلْقِ عِنْدَ اللهِ يَوْمَ القِيَامَةِ
“Apabila
ada di kalangan mereka itu seorang shalih meninggal dunia, mereka
membangun masjid di atas kuburannya, kemudian mereka membuat gambar
orang shalih tersebut di dalam masjid yang dibangun. Mereka itu adalah
sejelek-jelek makhluk di sisi Allah.” (Shahih, HR. Al-Bukhari no. 427, 434, 1341, 3878 dan Muslim no. 528)
2. Gambar-gambar itu menandingi ciptaan Allah.
‘Aisyah
radhiallahu ‘anha mengatakan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
masuk ke rumahku. Ketika itu aku menutup rakku dengan kain tipis yang
bergambar. Maka ketika beliau melihatnya, beliau merobeknya dan wajah
beliau pun berubah (marah). Beliau bersabda:
أَشَدُّ النَّاسِ عَذَابًا يَوْمَ القِيَامَةِ الَّذِيْنَ يُضَاهُوْنَ بِخَلْقِ اللهِ
“Manusia yang paling keras siksanya pada hari kiamat adalah orang-orang yang menyaingi ciptaan Allah.” (Shahih, HR. Al-Bukhari no. 5954)
3. Gambar-gambar itu membuat fitnah
Majalah
yang ada saat ini terkadang mendatangkan fitnah bagi seorang laki-laki
apabila ia melihat gambar wanita-wanita telanjang di dalamnya, sementara
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَا تَرَكْتُ فِيْكُمْ بَعْدِيْ فِتْنَةً أَضَرَّ عَلَى الرَّجُلِ مِنَ النِّسَاءِ
“Tidaklah aku tinggalkan di antara kalian sepeninggalku nanti fitnah yang lebih berbahaya bagi laki-laki daripada fitnahnyawanita.” (Shahih, HR. Al-Bukhari no. 5096 dan Muslim no. 2740)
Demikian
pula bila laki-laki melihat wanita di televisi, internet, atau melalui
handphone yang dapat mengirimkan gambar, ataupun media lainnya yang
disiapkan oleh musuh-musuh Islam untuk menebarkan fitnah di kalangan
kaum muslimin agar berpaling dari agama mereka. Karena memang setiap
kali manusia bosan terhadap sebuah piranti teknologi, maka musuh-musuh
Islam ini mendatangkan alat lain yang lebih canggih. Oleh sebab itulah
gambar yang tersebar di media cetak, audio visual, dan alat-alat
mutakhir lainnya, diharamkan.
Yang
dikecualikan dari pengharaman gambar ini hanyalah permainan boneka anak
kecil yang terbuat dari kain perca dan kapas, sebagaimana permainan
‘Aisyah radhiallahu ‘anha berupa seekor kuda bersayap. Adapun yang
terbuat dari plastik, maka tidak termasuk dalam kebolehan tersebut.
(Dinukil secara ringkas dari Hukmu Tashwiir Dzawaatil Arwah)
Adapun
bila gambar itu tidak memiliki kepala, maka bukan termasuk makhluk
hidup, karena Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ketika mendapatkan
gambar atau patung makhluk hidup, beliau memotong kepalanya. (HR.
At-Tirmidzi dalam Sunan-nya (8/90), Abu Dawud dalam Sunan-nya (11/213),
dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu. Dihasankan oleh Asy-Syaikh Muqbil
rahimahullah dalam Hukmu Tashwiir Dzawaatil Arwah, hal. 52)
Selain itu, Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu juga meriwayatkan:
أَنَّ
جِبْرِيْلَ عَلَيْهِ السَّلاَمُ جَاءَ فَسَلَّمَ عَلَى النَّبِيِّ صَلىَّ
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَعَرَفَ صَوْتَهُ فَقَالَ : اُدْخُلْ. فَقَالَ:
إِنَّ فِي البَيْتِ سِتْرًا فِي الحَائِطِ فِيْهِ تَمَاثِيْلُ فَاقْطَعُوا
رُئُوْسَهَا فَاجْعَلُوْا بِسَاطًا أَوْ وَسَائِدَ فَأَوْطَأْهَا فَإِنَّا
لاَ نَدْخُلُ بَيْتًا فِيْهِ تَمَاثِيْلَُ
Jibril
‘alaihis salam datang, lalu mengucapkan salam kepada Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam. Maka Nabi mengenali suaranya. Beliau berkata,
“Masuklah.” Jibril menjawab, “Sesungguhnya di dalam rumah ini ada
satir (penutup) tembok yang bergambar makhluk hidup, maka potonglah
kepalanya , lalu jadikan kain satir itu hamparan atau bantal untuk
diinjak, karena kami tidak akan masuk ke rumah yang di dalamnya ada
gambar makhluk hidup.” (HR. Ahmad dalam Musnad-nya no. 8065.
Asy-Syaikh Muqbil rahimahullah dalam Ash-Shahihul Musnad (2/346)
berkata: ‘Hadits ini shahih dan rijalnya rijal shahih.’)
Dalam
hadits di atas terdapat dalil di mana gambar-gambar yang dihinakan
harus telah dipotong kepalanya hingga menyerupai pohon. Juga kita
dapatkan dalil lain yang menyebutkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam menolak untuk masuk ke rumah ‘Aisyah radhiallahu ‘anha ketika
beliau melihat di dalamnya ada dua bantal bergambar makhluk hidup,
hingga beliau menyobek gambar tersebut. (Hukmu Tashwiir Dzawaatil Arwah,
catatan kaki hal. 53)
Demikianlah
pada akhirnya, diakui ataupun tidak, nampaklah bagi setiap orang yang
menyimak ucapan dua ulama di atas tentang keberadaan majalah yang banyak
tersebar di tangan kaum muslimin sekarang ini. Apa pun dalih bagi
kalangan yang menentangnya, namun sesungguhnya kebenaran itu tidak akan
sirna selamanya.
(Dinukil
secara ringkas oleh Ummu ‘Abdirrahman Anisah bintu ‘Imran dari tulisan
Al-Ustadz Abu Ishaq Muslim Al-Atsari yang berjudul Kedudukan Media Massa
dalam Syariat Islam)
Dikutip dari http://www.asysyariah.com, Penulis: Ummu ‘Abdirrahman Anisah bintu ‘Imran Judul: Menebar Pesona, Menuai Petaka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar