Sabtu, 28 Juni 2014

Orang-orang Yang Beriman (Al-Mu'minuun)

 
qad aflaha almu/minuuna

[23:1] Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman,
 
 
alladziina hum fii shalaatihim khaasyi'uuna

[23:2] (yaitu) orang-orang yang khusyu' dalam sembahyangnya,
 
 
waalladziina hum 'ani allaghwi mu'ridhuuna

[23:3] dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna,
 
 
waalladziina hum lilzzakaati faa'iluuna

[23:4] dan orang-orang yang menunaikan zakat,
 
 
waalladziina hum lifuruujihim haafizhuuna

[23:5] dan orang-orang yang menjaga kemaluannya,
 
 
illaa 'alaa azwaajihim aw maa malakat aymaanuhum fa-innahum ghayru maluumiina

[23:6] kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki995; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela.
 
 
famani ibtaghaa waraa-a dzaalika faulaa-ika humu al'aaduuna

[23:7] Barangsiapa mencari yang di balik itu996 maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas.
 
 
waalladziina hum li-amaanaatihim wa'ahdihim raa'uuna

[23:8] Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya.
 
 
waalladziina hum 'alaa shalawaatihim yuhaafizhuuna

[23:9] dan orang-orang yang memelihara sembahyangnya.
 
 
ulaa-ika humu alwaaritsuuna

[23:10] Mereka itulah orang-orang yang akan mewarisi
 
alladziina yaritsuuna alfirdawsa hum fiihaa khaaliduuna

[23:11] (ya'ni) yang akan mewarisi syurga Firdaus. Mereka kekal di dalamnya.

Hal-hal yang Mengharuskan Mandi Junub (Mandi Wajib/ Mandi Besar)

Oleh Sheikh Abu Bakar Jabir Al Jazairi
A. Mandi sebagai salah satu syariat Islam
Mandi disyariatkan dalam Al-Quran dan Al-Hadist. Allah berfirman:

...dan jika kamu junub, maka bersucilah (mandilah)...” (Al-Maidah: 6).

Allah berfirman:

...(jangan pula hampiri masjid) sedang kamu dalam keadaan junub, terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi...” (An-Nisa: 43).

Nabi bersabda:

Apabila satu khitan melewati (menyentuh) satu khitan lainnya maka telah wajib mandi,” (HR Muslim semakna dengan hadist ini: 1/272).

Adapun lafadz hadist Muslim, “Apabila (seseorang) duiduk di antara empat tulang selangkangnya dan khitannya (kemaluan laki-laki) itu menyentuh khitan lainnya (kemaluan perempuan) maka telah wajib mandi.

B. Hal-hal yang mewajibkan mandi
1. Jinabah (hadats besar)
Hal ini termasuk jima’, yaitu bertemunya kedua khitan (kemaluan laki-laki dan perempuan) walaupun tanpa inzal. Inzal adalah keluarnya air mani dengan perasaan enak pada saat tidur atau terjaga, dari laku-laki atau perempuan.

Hal ini berdasarkan firman Allah:

“...dan jika kamu junub, maka bersucilah (mandilah)...” (Al-Maidah: 6).

Hal ini juga berdasarkan sabda Rasulullah Salallahu’alaihi Wasallam:

Apabila kedua khitan (kemaluan laki-laki dan perempuan) saling bertemu, maka telah wajib mandi,” (HR Al-Bukhari dalam At-Tarikhul Kabir: 6/182, dan Imam Ahmad: 6/239 tanpa menggunakan lafadz “faqad”).

2. Terputusnya darah haidh atau nifas
Hal ini berdasarkan firman Allah:

“...Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidhs; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu...” (Al-Baqarah: 222).

Hal ini juga didasarkan pada sabda Nabi Muhammad Salallahu’alaihi Wasallam:

Berdiamlah selama haidhmu, menahanmu, kemudian mandilah (setelah masa haidhnya habis),” (HR Muslim: 65/66, Kitab Al-Haidh).

3. Masuk Islam
Orang-orang kafir yang masuk Islam wajib baginya mandi, berdasarkan perintah Nabi Muhammad Salallahu’alaihi Wasallam kepada Tsumamah Al-Hanafi ketika ia masuk Islam (HR Al-Bukhari: 70, dalam Kitab Al-Maghazi, dan Muslim: 59, Kitab Al-Jihad).

4. Meninggal Dunia/wafat
Apabila seorang Muslim meninggal dunia, ia wajib dimandikan berdasarkan perintah Rasulullah Salallahu’alaihi Wasallam. Berkenaan dengan hal tersebut, beliau pernah menyuruh untuk memandikan putri beliau, Zainab, yang telah meninggal, sebagaimana disebutkan dalam riwayat yang shahih.

C. Mandi yang disunnahkan
Disunnahkan mandi karena hal-hal berikut:
1. Mandi hari Jum’at
Rasulullah Salallahu’alaihi Wasallam bersabda:

Mandi hari Jumat itu wajib bagi setiap orang yang telah mencapai baligh,” (HR Abu Daud: 128, Kitab At-Thaharah, Imam Ahmad: 3/60, An-Nasai: 8, Kitab Al-Ju’ah, dan Ibnu Majah: 1089).

2. Mandi untuk Ihram
Disunnahkan mandi bagi orang yang hendak ihram ketika umrah atau haji, seperti yang dikerjakan dan diperintahkan Rasulullah Salallahu’alaihi Wasallam.

3. Mandi karena memasuki Mekah dan wukuf di Arafah.

4. Mandi karena telah memandikan jenazah
Orang yang ikut memandikan jenazah, disunnahkan baginya mandi, berdasarkan hadists yang telah disebutkan di atas. Wallahu’alam bish shawwab.

Biar Gigi lebih Putih

Gigi yang putih akan membuat sebuah senyuman semakin menawan. Warna putih alami gigi bisa memudar akibat kebiasaan mengonsumsi makanan atau minuman tertentu seperti teh hitam atau kopi. Walaupun bisa berubah warna menjadi kekuningan, hal tersebut bukan berarti tidak ada cara untuk mengembalikan warna putih gigi. Saat ini memang tersedia pilihan prosedur pemutihan gigi di berbagai klinik, namun jika anda menginginkan cara yang alami, maka hal tersebut juga bisa dilakukan.
Harold Kats, dokter gigi asal Beverly Hills, menjelaskan bahwa makanan-makanan tertentu juga bisa membantu memutihkan gigi, diantaranya adalah stroberi, teh hijau, dan cokelat hitam.
“Untuk mendapatkan hasil terbaik, maka makanan-makanan tersebut sebaiknya dimakan setelah bangun tidur di pagi hari. Karena saat itulah plak-plak pada gigi menumpuk selama tidur malam,” ujarnya.
Adapun penjelasan lebih rincinya adalah sebagai berikut:
Cokelat hitam
Cokelat hitam mengandung teobromin, bubuk pahit yang bisa membantu memperkuat enamel pada permukaan gigi. Enamel gigi yang kuat diketahui bisa membantu mencegah perubahan warna pada gigi. Namun hal ini hanya berlaku untuk cokelat hitam saja, bukan cokelat jenis lainnya.
Teh hijau
Minuman ini mengandung tanin yang dapat mencegah perubahan warna gigi. Senyawa polifenol tersebut bekerja dengan mencegah bakteri untuk menempel pada gigi. Tanin pada akhirnya juga dapat membantu mengurangi bau napas yang tidak sedap.
Keju
Masih banyak orang yang tidak mengetahui bahwa keju dapat meningkatkan kadar pH mulut, sehingga membantu mengurangi keasaman pada mulut. Hal ini berarti, risiko perubahan erosi dan warna gigi pun akan menurun. Kalsium yang terkandung dalam keju diketahui juga dapat menguatkan gigi.
Stroberi
Buah stroberi mengandung asam malat yang dapat membersihkan warna kecoklatan pada gigi. Mengkombinasikan antara stroberi dengan baking soda bisa menjadi produk pemutih gigi yang alami.
Apel, pir, biji-bijian, dan kacang-kacangan
Makanan-makanan yang sifatnya renyah seperti buah pir, apel, biji-bijian, dan kacang-kacangan diketahui dapat membantu mengikis plak dan substansi yang mengubah warna gigi. selain itu, tekstur makanan yang kasar juga dapat menguatkan gusi dan menurunkan risiko terjadinya penyakit gusi.

Hal-hal yang Makruh dalam Shalat

Oleh Sheikh Abu Bakar Jabir Al-Jazairy
1. Menegok (menoleh) dengan kepalanya atau melirik dengan pandangannya
Berdasarkan sabda Nabi Muhammad Shalallahu’alaihi Wa Sallam:
(Menoleh saat shalat) itu adalah barang curian setan dari shalat seorang hamba,” (HR Al-Bukhari: 1/191, 4/152).
2. Mengangkat pandangan ke langit
Hal ini berdasarkan sabda Nabi Muhammad Shalallahu’alaihi Wa Sallam:
Orang-orang mengangkat pandangan mereka ke langit ketika shalat, hendaklah mereka berhenti melakukan hal itu jika tidak sungguh penglihatan mereka akan dicabut,” (HR Al-Bukhari: 1/191).
3. Takhashshur, atau meletakkan tangan di atas pinggang
Berdasarkan sabda Nabi Muhammad Shalallahu’alaihi Wa Sallam:
Nabi Shalallahu’alaihi Wa Sallam melarang seseorang shalat dengan meletakkan tangannya di atas pinggang,” (HR At-Tirmidzi: 383, dan An-Nasai: 2/127).
4. Memegang rambutnya yang terurai, atau lengan bajunya, atau pakaiannya
Berdasarkan sabda Nabi Muhammad Shalallahu’alaihi Wa Sallam:
Aku diperintahkan untuk bersujud dengan tujuh anggota bada, serta aku tidak menggulungkan (memegang) pakaian tidak pula rambut (yang terurai),” (HR Muslim: 128, 231, kitab Ash-Shalah).
5. Menjalin jari-jari tangan atau menekannya hingga berbunyi
Berdasarkan riwayat bahwa Nabi Muhammad Shalallahu’alaihi Wa Sallam pernah melihat seorang laki-laki yang menjalin jari-jari tangannya dalam shalat, lalu beliau melepaskan jari-jarinya dan bersabda:
Janganlah kamu menekan jari-jari tanganmu ketika kamu sedang menunaikan shalat,” (HR Ibnu Majah dengan sanad Dha’if. Meski demikian, secara umum para ulama sepakat dengan hadist ini).
6. Menyapu (mengusap) kerikil atau pasir dari tempa sujud lebih dari satu kali
Berdasarkan sabda Nabi Muhammad Shalallahu’alaihi Wa Sallam:
Apabila salah seorang dari kalian sedang mengerjakan shalat maka janganlah dia menyapu kerikil (pasir), karena rahmat itu diarahkan kepadanya,” (HR Ibnu Majah: 1027, dan Ad-Darimi: 1/322).
Juga sabda beliau Shalallahu’alaihi Wa Sallam:
Jika kamu memang melakukannya maka cukup satu kali,” (HR Ibnu Majah).
7. Bermain-main dan segala perbuatan yang melalaikan shalat serta menghilangkan kekhusyu’annya
Hal ini mencakup aktivitas seperti memegang jenggot, pakaian atau melihat-lihat hiasan pada tikar, sajadah, dinding atau lainnya. Nabi Muhammad Shalallahu’alaihi Wa Sallam bersabda:
Tenanglah kalian ketika sedang mengerjakan shalat,” (HR Muslim: 119, kitab Ash-Shalaah).
8. Membaca Al-Quran ketika rukuk atau sujud
Berdasarkan sabda Nabi Muhammad Shalallahu’alaihi Wa Sallam:
Aku dilarang membaca Al-Quran dalam keadaan rukuk atau sujud,” (Dicantumkan oleh Imam Syafii dalam musnadnya: 41).
9. Menahan dua kotoran (buang air kecil dan besar)
10. Shalat ketika makanan telah dihidangkan
Makruh shalat ketika makanan telah dihidangkan berdasarkan sabda Nabi Muhammad Shalallahu’alaihi Wa Sallam:
Tidak boleh shalat ketika makanan telah dihidangkan, dan tidak pula ketika dia menahan dua kotoran (buang air kecil dan besar),” (HR Muslim: 67, kitab Ash-Shalaah).
11. Duduk pada kedua tumit dan membentangkan kedua lengannya.
Hal ini berdasarkan perkataan Aisyah Radhiyallahu anha:
  http://www.mukminun.com/2014/06/Fiqih-Shalat-Hal-hal-yang-Makruh-dalam-Shalat.html
Rasulullah Shalallahu’alaihi Wa Sallam melarang jongkok setan[i] – duduk pada dua tumit – dan melarang seseorang merebahkan kedua tangannya seperti binatang buas,” (HR Muslim: 1/357, 2/54). Wallahu’alam bish shawwab


[i] Jongkok setan itu adalah yang disebut dengan Al-Iq’aa, yaitu menempelkan pantatnya di atas lantai dan menegakkan kedua betisnya, serta meletakkan kedua tangannya di atas lantai seperti duduknya seekor anjing. 
 
sumber: http://www.mukminun.com/2014/06/Fiqih-Shalat-Hal-hal-yang-Makruh-dalam-Shalat.html

Hal-hal Yang Membatalkan Puasa Dan Yang Tidak Membatalkan Puasa

Oleh Sheikh Muhammad Jamil Zainu
A. Hal-hal yang membatalkan puasa ada dua macam

1. Yang membatalkan puasa dan hanya wajib mengqodho-nya saja, yaitu :
a. Makan, minum dan merokok secara sengaja (dan wajib atas pelakunya bertaubat).
Muntah dengan sengaja, sebagaimana sabda Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wasallam:
مَنْ اسْتَقَاءَ فَعَلَيْهِ القَضَاء
Barangsiapa yang muntah dengan sengaja maka wajib atasnya qodho’.” (Shahih, HR Hakim dan selainnya).
b. Wanita haidh atau nifas, walaupun ia berada pada waktu akhir menjelang terbenamnya matahari.
2. Yang membatalkan puasa dan wajib mengqodho’ serta membayar kafarat, yaitu: Jima’ (bersetubuh) dan tidak ada selainnya menurut mayoritas ulama.
Kafarat-nya yaitu membebaskan budak, apabila tidak ada budak maka berpuasa dua bulan berturut-turut, apabila tidak mampu maka memberi makan enam puluh orang miskin.
Sebagian ulama tidak mensyaratkan harus berurutan di dalam kafarat (maksudnya boleh memilih salah satu diantara tiga)
B. Hal-Hal Yang Tidak Membatalkan Puasa
1. Makan dan minum karena lupa, keliru (maksudnya, mengira sudah waktunya buka ternyata belum) atau terpaksa. Tidak wajib mengqodho’-nya ataupun membayar kafarat, sebagaimana sabda Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wasallam
Barangsiapa yang lupa sedangkan ia berpuasa, lalu ia makan dan minum, maka hendaklah ia menyempurnakan puasanya. Sesungguhnya Allah telah memberinya makan dan minum.” (Muttafaq ’alayhi).
Dan sabda beliau, ”Sesungguhnya Allah mengangkat (beban taklif) dari umatku (dengan sebab) kekeliruan, lupa dan keterpaksaan.” (Shahih, HR Thabrani).
2. Muntah tanpa disengaja, sebagaimana sabda Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wasallam,
Barangsiapa yang mengalami muntah sedangkan ia dalam keadaan puasa maka tidak wajib atasnya mengqodho’.”  (Shahih, HR Hakim).
3. Mencium isteri, baik untuk orang yang telah tua maupun pemuda selama tidak sampai menyebabkan terjadinya jima’.
Dari ’Aisyah Radhiyallahu Anha beliau berkata, ”Rasulullah pernah menciumi (isteri-isteri beliau) sedangkan beliau dalam keadaan berpuasa, beliau juga pernah bermesraan sedangkan beliau dalam keadaan berpuasa. Namun beliau adalah orang yang paling mampu menahan hasratnya,” (muttafaq ’alayhi).
4. Mimpi basah di siang hari walaupun keluar air mani.
5. Keluarnya air mani tanpa sengaja seperti orang yang sedang berkhayal lalu keluar (air mani).
6. Mengakhirkan mandi janabat, haidh atau nifas dari malam hari hingga terbitnya fajar. Namun yang wajib adalah menyegerakannya untuk menunaikan shalat.
7. Berkumur dan istinsyaq (menghirup air ke dalam rongga hidung) secara tidak berlebihan, sebagaimana sabda Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wasallam  kepada Laqith bin Shabrah,
أَسْبِغْ الْوُضُوءَ وَخَلِّلْ بَيْنَ الْأَصَابِعِ وَبَالِغْ فِي الِاسْتِنْشَاقِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ صَائِمًا
Sempurnakan wudhu’ dan sela-selailah jari jemari serta hiruplah air dengan kuat (istinsyaq) kecuali apabila engkau sedang berpuasa.” (Shahih, HR ahlus sunan).
8. Menggunakan siwak kapan saja, dan yang semisal dengan siwak adalah sikat gigi dan pasta gigi, dengan syarat selama tidak masuk ke dalam perut.
9. Mencicipi makanan dengan syarat selama tidak ada sedikitpun yang masuk ke dalam perut.
10. Bercelak dan meneteskan obat mata ke dalam mata atau telinga walaupun ia merasakan rasanya di tenggorokan.
11. Suntikan (injeksi) selain injeksi nutrisi dalam berbagai jenisnya. Karena sesungguhnya, sekiranya injeksi tersebut sampai ke lambung, namun sampainya tidak melalui jalur (pencernaan) yang lazim/biasa.
12. Menelan air ludah yang berlendir (dahak), dan segala (benda) yang tidak mungkin menghindar darinya, seperti debu, tepung atau selainnya (partikel-partikel kecil yang terhirup hingga masuk tenggorokan dan sampai perut, pent.).
13. Menggunakan obat-obatan yang tidak masuk ke dalam pencernaan seperti salep, celak mata, atau obat semprot (inhaler) bagi penderita asma.
14. Gigi putus, atau keluarnya darah dari hidung (mimisan), mulut atau tempat lainnya.
15. Mandi pada siang hari untuk menyejukkan diri dari kehausan, kepanasan atau selainnya.
16. Menggunakan wewangian di siang hari pada bulan Ramadhan, baik dengan dupa, minyak maupun parfum.
17. Apabila fajar telah terbit sedangkan gelas ada di tangannya, maka janganlah ia meletakkan-nya melainkan setelah ia menyelesaikan hajat-nya, sebagaimana sabda Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wasallam,
إِذَا سَمِعَ أَحَدُكُمْ النِّدَاءَ وَالْإِنَاءُ عَلَى يَدِهِ فَلَا يَضَعْهُ حَتَّى يَقْضِيَ حَاجَتَهُ مِنْهُ
Apabila salah seorang dari kalian telah mendengar adzan dikumandangkan sedangkan gelas masih berada di tangannya, maka janganlah ia meletakkannya sampai ia menyelesaikan hajat­-nya tersebut.” (Shahih, HR Abu Dawud).
18. Berbekam, “karena Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wasallam  pernah berbekam sedangkan beliau dalam keadaan berpuasa.” (muttafaq ’alayhi). Adapun hadits yang berbunyi,”Orang yang membekam dan dibekam batal puasanya” (Shahih, HR Ahmad) maka statusnya mansukh (terhapus) dengan hadits sebelumnya dan  dalil-dalil yang lainnya.
Ibnu Hazm berkata, ”Hadits ”orang yang membekam dan dibekam batal puasanya” adalah shahih tanpa diragukan lagi, akan tetapi kami mendapatkan di dalam hadits Abu Sa’id, ”Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam  memberikan keringanan berbekam bagi orang yang berpuasa” dan sanad hadits ini shahih sehingga wajib menerimanya.
Oleh sebab keringanan (rukhshah) itu terjadi setelah ’azimah (ketetapan), maka (hal ini) menunjukkan atas dinaskh (dihapusnya) hadits yang menjelaskan batalnya puasa karena bekam, baik itu orang yang membekam maupun yang dibekam.” (Lihat Fathul Bari 4:178). Wallahu’alam bish shawwab.

Dalil-dalil Tentang Kewajiban dan Keutamaan Puasa Ramadhan


Dalil-dalil tentang kewajiban puasa Ramadhan sangatlah banyak dalam nash-nash Al-Qur`an dan Sunnah. Di antaranya adalah firman Allah Ta’âla,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ. أَيَّامًا مَعْدُودَاتٍ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَهُ وَأَنْ تَصُومُوا خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ. شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ.

“Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian untuk berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa, (yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka, barang siapa di antara kalian sakit atau berada dalam perjalanan (lalu berbuka), (dia wajib berpuasa) sebanyak hari yang ia tinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Wajib bagi orang-­orang yang berat menjalankannya, (jika mereka tidak berpuasa), membayar fidyah, (yaitu) memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang mengerjakan kebajikan dengan kerelaan hati, itulah yang lebih baik baginya. Berpuasa lebih baik bagi kalian jika kalian mengetahui. (Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al-Qur`an sebagai petunjuk bagi manusia, penjelasan-­penjelasan mengenai petunjuk itu, dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Oleh karena itu, barangsiapa di antara kalian hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, hendaklah ia ber­puasa pada bulan itu, dan barangsiapa yang sakit atau berada dalam perjalanan (lalu berbuka), (dia wajib berpuasa) sebanyak hari yang ia tinggal­kan itu pada hari-hari yang lain. Allah meng­hendaki kemudahan bagi kalian, dan tidak meng­hendaki kesukaran bagi kalian. Hendaklah kalian mencukupkan bilangan (bulan) itu dan hendaklah kalian mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberi­kan kepada kalian supaya kalian bersyukur.” [Al-Baqarah: 183-185]
Dalam hadits Abdullah bin Umar riwayat Al-Bukhâry dan Muslim, Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam menerangkan bahwa puasa adalah salah satu rukun Islam yang agung dan mulia,
بُنِيَ الإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ شَهَادَةِ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ ، وَإِقَامِ الصَّلاَةِ ، وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ ، وَالْحَجِّ ، وَصَوْمِ رَمَضَانَ

“Islam dibangun di atas lima (perkara, pondasi): Syahadat Lâ Ilâha Illallâh wa Anna Muhammadan ‘Abduhu wa Rasûluhu, mendirikan shalat, me­ngeluarkan zakat, berhaji ke Rumah Allah, dan berpuasa Ramadhan.”
Juga dalam hadits Thalhah bin Ubaidullah radhiyallâhu ‘anhu riwayat Al-Bukhâry dan Muslim, ketika seorang A’raby bertanya kepada Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam tentang Islam, beliau bersabda,
خَمْسُ صَلَوَاتٍ فِى الْيَوْمِ وَاللَّيْلَةِ . فَقَالَ هَلْ عَلَىَّ غَيْرُهُنَّ قَالَ : لاَ. إِلاَّ أَنْ تَطَّوَّعَ وَصِيَامُ شَهْرِ رَمَضَانَ . فَقَالَ هَلْ عَلَىَّ غَيْرُهُ فَقَالَ : لاَ. إِلاَّ أَنْ تَطَّوَّعَ . وَذَكَرَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الزَّكَاةَ فَقَالَ هَلْ عَلَىَّ غَيْرُهَا قَالَ : لاَ. إِلاَّ أَنْ تَطَّوَّعَ . قَالَ فَأَدْبَرَ الرَّجُلُ وَهُوَ يَقُولُ وَاللَّهِ لاَ أَزِيدُ عَلَى هَذَا وَلاَ أَنْقُصُ مِنْهُ. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : أَفْلَحَ إِنْ صَدَقَ .

“Shalat lima waktu (diwajibkan) dalam sehari dan semalam.” Maka, ia berkata, “Apakah ada kewajiban lain terhadapku?” Beliau menjawab, “Tidak ada, kecuali hanya ibadah sunnah. Juga puasa Ramadhan.” Maka, ia berkata, “Apakah ada kewajiban lain terhadapku?” Beliau menjawab, “Tidak ada, kecuali hanya ibadah sunnah,” dan Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam menyebutkan (kewajiban) zakat terhadapnya. Maka, ia berkata, ‘Apakah ada kewajiban lain terhadapku?’ Beliau menjawab, ‘Tidak ada, kecuali hanya ibadah sunnah.” Kemudian, orang tersebut pergi seraya berkata, “Demi Allah, saya tidak akan menambah di atas hal ini dan tidak akan menguranginya.’ Maka, Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Ia telah beruntung apabila jujur.’.”
Selain itu, hadits yang semakna dengan ini diriwayatkan pula oleh Al-Bukhâry dan Muslim dari hadits Anas bin Malik radhiyallâhu ‘anhu, dan diriwayatkan oleh Muslim dari hadits Jâbir bin Abdillah radhiyallâhu ‘anhumâ.
Selanjutnya, dalil lain terdapat dalam hadits Umar bin Khaththab radhiyallâhu ‘anhu riwayat Muslim ,dan hadits Abu Hurairah radhiyallâhu ‘anhu riwayat Al-Bukhâry dan Muslim, tentang kisah Jibril yang masyhur ketika beliau bertanya kepada Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam tentang Islam, Iman, Ihsan, dan tanda-tanda hari kiamat. Ketika ditanya tentang Islam, Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam menjawab,
الإِسْلاَمُ أَنْ تَشْهَدَ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ وَتُقِيمَ الصَّلاَةَ وَتُؤْتِىَ الزَّكَاةَ وَتَصُومَ رَمَضَانَ وَتَحُجَّ الْبَيْتَ إِنِ اسْتَطَعْتَ إِلَيْهِ سَبِيلاً.

“Islam adalah bahwa engkau bersaksi bahwa tiada yang berhak untuk diibadahi kecuali Allah dan sesungguhnya Muhammad adalah Rasul Allah, engkau menegak­kan shalat, mengeluarkan zakat, berpuasa Ramadhan, serta berhaji ke rumah (Allah) bila engkau sanggup menempuh jalan untuk itu.”
Berdasarkan dalil-dalil di atas, para ulama bersepakat bahwa siapapun yang mengingkari kewajiban puasa dianggap kafir, keluar dari Islam, dan dianggap telah mengingkari suatu perkara, yang kewajibannya telah dimaklumi secara darurat dalam syariat Islam.
Seluruh dalil di atas menunjukkan keuta­maan puasa yang sangat besar dan menunjukkan bahwa betapa agung nikmat dan rahmat Allah bagi umat Islam.
Allah Subhânahu wa Ta’âlâ dan Rasul-Nya telah menjelaskan berbagai macam keutamaan puasa secara umum dan keutamaan puasa Ramadhan se­cara khusus. Agar kita dapat bersegera dalam hal menggapai rahmat Allah dan bergembira terhadap karunia dan nikmat-Nya, berikut ini, kami menyebutkan beberapa keutamaan puasa. Di antaranya adalah:

Pertama, ampunan dan pahala yang sangat besar bagi orang yang berpuasa.
Allah Jalla Tsanâ`uhu menyebutkan sederet orang-­orang yang beramal shalih, yang di antara mereka adalah laki-laki dan perempuan yang berpuasa, kemudian menyatakan pahala untuk mereka dalam firman-Nya,
أَعَدَّ اللَّهُ لَهُمْ مَغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا
“…Allah telah menyediakan, untuk mereka, ampunan dan pahala yang besar.” [Al-Ahzâb: 35]

Kedua, puasa adalah tameng terhadap api neraka.
Dalam riwayat Al-Bukhâry dan Muslim dari Abu Hurairah radhiyallâhu ‘anhu, Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَالصِّيَامُ جُنَّةٌ فَإِذَا كَانَ يَوْمُ صَوْمِ أَحَدِكُمْ فَلاَ يَرْفُثْ وَلاَ يَسْخَبْ فَإِنْ سَابَّهُ أَحَدٌ أَوْ قَاتَلَهُ فَلْيَقُلْ إِنِّيْ امْرُؤٌ صَائِمٌ
“… dan puasa adalah tameng. Bila salah seorang dari kalian berada pada hari puasa, janganlah ia berbuat sia-sia dan janganlah ia banyak mendebat. Kalau orang lain mencercanya atau memusuhinya, hendaknya ia berkata, ‘Saya sedang berpuasa.’.”
Juga dalam hadits Jâbir, ‘Utsman bin Abil ‘Âsh, dan Abu Hurairah radhiyallâhu ‘anhu riwayat Imam Ahmad dan selainnya, Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الصِّيَامُ جُنَّةٌ كَجُنَّةِ أَحَدِكُمْ مِنَ الْقِتَالِ
“Puasa merupakan tameng terhadap neraka, seperti tameng salah seorang dari kalian pada peperangan.”

Ketiga, puasa adalah pemutus syahwat.
Dalam hadits ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallâhu ‘anhu riwayat Al-Bukhâry dan Muslim, Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda,
يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ، فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ، وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ، وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ، فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ
“Wahai sekalian pemuda, barangsiapa di antara kalian yang mampu menikah, hendaklah ia menikah karena hal tersebut lebih menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan, dan barangsiapa yang belum mampu, hendaknya ia berpuasa karena sesungguhnya (puasa itu) adalah pemutus syahwatnya.”

Keempat, orang yang berpuasa mendapat ganjaran khusus di sisi Allah.
Hal tersebut karena puasa merupakan bagian kesabaran, sementara sabar terbagi tiga: sabar dalam hal menjalan­kan ketaatan, sabar dalam hal meninggalkan larangan, dan sabar dalam hal menerima ketentuan Allah. Orang yang berpuasa telah melakukan tiga jenis ke­sabaran ini seluruhnya, bahwa ia sabar dalam hal men­jalankan ketaatan yang diperintah dalam pelaksanaan puasa, sabar dalam hal meninggalkan segala hal yang dilarang dan diharamkan dalam pelaksanaan puasa, serta sabar dalam hal menjalani kepedihan terhadap lapar, haus, dan kelema­han pada tubuh. Karena puasa merupakan bagian kesabaran, wajar jika orang yang berpuasa mendapatkan pahala khusus yang tidak terhingga sebagaimana orang yang sabar mendapat pahala seperti itu. Allah Subhânahu wa Ta’âlâ ber­firman,
إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَابٍ
“Sesungguhnya, hanya orang-orang yang bersabar­lah yang pahala mereka dicukupkan tanpa batas.” [Az-Zumar: 10]

Kelima, orang yang berpuasa memiliki dua kegembiraan.

Keenam, bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada bau wangian kasturi.
Tiga keutamaan yang disebut terakhir termaktub dalam hadits Abu Hurairah radhiyallâhu ‘anhu riwayat Al-Bukhâry dan Muslim bahwa Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda,
كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ يُضَاعَفُ الْحَسَنَةُ عَشْرَ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعِمِائَةِ ضِعْفٍ قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلاَّ الصَّوْمَ فَإِنَّهُ لِيْ وَأَنَا أَجْزِيْ بِهِ يَدَعُ شَهْوَتَهُ وَطَعَامَهُ مِنْ أَجْلِيْ وَلِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ فَرْحَةٌ عِنْدَ فِطْرِهِ وَفَرْحَةٌ عِنْدَ لِقَاءِ رَبِّهِ. وَلَخُلُوفُ فِيهِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللَّهِ مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ
“Setiap amalan Anak Adam, kebaikannya dilipat­gandakan menjadi sepuluh sampai tujuh ratus kali lipat. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman, ‘Kecuali puasa. Sesung­guhnya, (amalan) itu adalah (khusus) bagi-Ku dan Aku yang akan memberikan pahalanya karena (orang yang ber­puasa) meninggalkan syahwat dan makanannya karena Aku.’ Bagi orang yang berpuasa, ada dua kegembiraan: kegembiraan ketika dia berbuka puasa dan kegembiraan ketika dia berjumpa dengan Rabb-nya. Sesung­guhnya, bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada bau kasturi.” (Lafazh hadits adalah milik Imam Muslim)

Ketujuh, puasa sehari di jalan Allah menjauhkan wajah seseorang dari neraka sejauh perjalanan selama tujuh puluh tahun.
Dalam hadits Abu Sa’id Al-Khudry radhiyallâhu ‘anhu riwayat Al-Bukhâry dan Muslim, Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا مِنْ عَبْدٍ يَصُومُ يَوْمًا فِى سَبِيلِ اللَّهِ إِلاَّ بَاعَدَ اللَّهُ بِذَلِكَ الْيَوْمِ وَجْهَهُ عَنِ النَّارِ سَبْعِينَ خَرِيفًا
“Tidak seorang hamba pun yang berpuasa sehari di jalan Allah, kecuali, karena (amalannya pada) hari itu, Allah akan menjauh­kan wajahnya dari neraka (sejauh perjalanan) selama tujuh puluh tahun.”

Kedelapan, pintu khusus di surga bagi orang-orang yang berpuasa.
Dalam hadits Sahl bin Sa’ad As-Sâ’idy radhiyallâhu ‘anhumâ riwayat Al-Bukhâry dan Muslim, Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ فِي الْجَنَّةِ بَابًا يُقَالُ لَهُ الرَّيَّانُ يَدْخُلُ مِنْهُ الصَّائِمُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لاَ يَدْخُلُ مَعَهُمْ أَحَدٌ غَيْرُهُمْ يُقَالُ أَيْنَ الصَّائِمُونَ فَيَدْخُلُونَ مِنْهُ فَإِذَا دَخَلَ آخِرُهُمْ أُغْلِقَ فَلَمْ يَدْخُلْ مِنْهُ أَحَدٌ
“Sesungguhnya, di surga, ada pintu yang dinamakan Ar­-Rayyân. Orang-orang yang berpuasa akan masuk melaluinya pada hari kiamat. Tidak ada seorang pun yang melewatinya, kecuali mereka. Dikatakan, ‘Di mana orang-orang yang berpuasa?’ Lalu mereka memasukinya. Jika (orang) terakhir dari mereka telah masuk, (pintu) itupun dikunci sehingga tidak ada seorang pun yang melaluinya.”

Kesembilan, puasa termasuk kaffarah (penggugur) dosa hamba.
Dalam hadits Hadzaifah Ibnul Yamân radhiyallâhu ‘anhumâ riwayat Al-Bukhâry dan Muslim, Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda,
فِتْنَةُ الرَّجُلِ فِيْ أَهْلِهِ وَمَالِهِ وَنَفْسِهِ وَوَلَدِهِ وَجَارِهِ يُكَفِّرُهَا الصِّيَامُ وَالصَّلاَةُ وَالصَّدَقَةُ وَالأَمْرُ بِالْمَعْرُوفِ وَالنَّهْىُ عَنِ الْمُنْكَرِ
“Fitnah seseorang terhadap keluarga, harta, jiwa, anak, dan tetangganya dapat ditebus dengan puasa, shalat, shadaqah, serta amar ma’ruf dan nahi mungkar.” (Konteks hadits adalah milik Imam Muslim)
Juga dalam hadits Abu Hurairah radhiyallâhu ‘anhu riwayat Muslim, Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الصَّلَوَاتُ الْخَمْسُ وَالْجُمُعَةُ إِلَى الْجُمُعَةِ وَرَمَضَانُ إِلَى رَمَضَانَ مُكَفِّرَاتٌ مَا بَيْنَهُنَّ إِذَا اجْتَنَبَ الْكَبَائِرَ
“Shalat lima waktu, (dari) Jum’at ke Jum’at, dan (dari) Ramadhan ke Ramadhan, adalah penggugur dosa (seseorang pada masa) di antara waktu tersebut sepanjang ia menjauhi dosa besar.”
Bahkan, puasa menjadi bagian kaffarah pada beberapa perkara seperti pelanggaran sumpah[1], zhihâr [2], sebagian amalan haji[3], pembunuhan Ahludz Dzimmah ‘orang yang berada di bawah perjanjian’ tanpa sengaja[4], dan pembunuhan hewan buruan saat ihram[5].

Kesepuluh, puasa termasuk amalan yang mengakibatkan seseorang dimasukkan ke dalam surga.
Dalam haditsnya riwayat Ibnu Abi Syaibah, Ahmad, An-Nasâ`i, Ibnu Hibban, dan lain-lain, Abu Umâmah radhiyallâhu ‘anhu berkata kepada Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam,
يَا رَسُولَ اللَّهِ فَمُرْنِيْ بِعَمَلٍ أَدْخُلُ بِهِ الْجَنَّةَ . قَالَ عَلَيْكَ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لاَ مِثْلَ لَهُ.
“Wahai Rasulullah, perintahlah saya untuk mengerjakan suatu amalan, yang dengannya, saya dimasukkan ke dalam surga. Beliau bersabda, ‘Berpuasalah, karena (puasa) itu tak ada bandingannya.’.”

Kesebelas, puasa memberi syafa’at pada hari kiamat.
Dalam hadits Abdullah bin ‘Amr radhiyallâhu ‘anhumâ, Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الصِّيَامُ وَالْقُرْآنُ يَشْفَعَانِ لِلْعَبْدِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يَقُولُ الصِّيَامُ أَيْ رَبِّ مَنَعْتُهُ الطَّعَامَ وَالشَّهَوَاتِ بِالنَّهَارِ فَشَفِّعْنِيْ فِيهِ. وَيَقُولُ الْقُرْآنُ مَنَعْتُهُ النَّوْمَ بِاللَّيْلِ فَشَفِّعْنِيْ فِيهِ. قَالَ فَيُشَفَّعَانِ.
“Puasa dan Al-Qur`an akan memberi syafa’at untuk seorang hamba pada hari kiamat. Puasa berkata, ‘Wahai Rabb-ku, saya telah melarangnya terhadap maka­nan dan syahwat pada siang hari, maka izinkanlah saya untuk memberi syafa’at baginya.’ Al-Qur`an berkata, ‘Saya telah menghalanginya dari tidur malam, maka izinkanlah saya untuk memberi syafa’at baginya.’ (Beliau) bersabda, ‘Maka, keduanya men­dapat izin untuk mensyafa’ati (hamba) tersebut.’.” (HR. Ahmad, Muhammad bin Nash Al-Marwazy, Al-Hâkim, dan selainnya. Dihasankan oleh Syaikh Al-Albany dalam Tamâmul Minnah hal. 394-395)

Kedua belas, pada Ramadhan, pintu-pintu surga dibuka dan pintu-pintu neraka ditutup, serta syaithan dibelenggu.
Dalam hadits Abu Hurairah radhiyallâhu ‘anhu riwayat Al-Bukhâry dan Muslim, Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا جَاءَ رَمَضَانُ فُتِّحَتْ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ النَّارِ وَصُفِّدَتِ الشَّيَاطِينُ
“Jika Ramadhan telah tiba, pintu-pintu surgadibuka, pintu-pintu neraka ditutup, dan syaithan-syaithan dibelenggu.”

Ketiga belas, orang yang berpuasa pada Ramadhan, karena keimanan dan hal mengharap pahala, dosa-dosanya diampuni.
Dalam hadits Abu Hurairah radhiyallâhu ‘anhu riwayat Al-Bukhâry dan Muslim, Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan karena keimanan dan hal mengharap pahola, dosa­-dosanya yang telah lalu akan diampuni.”


[1] [Al-Mâ`idah: 89]
[2] [Al-Mujâdilah: 3-4]
[3] [Al-Baqarah: 196]
[4] [An-Nisâ`: 92]
[5] [Al-Mâ`idah: 95]

HUKUM MEWARNAI RAMBUT MENURUT ISLAM


Tak asing lagi bagi kita, mendengar atau melihat orang-orang yang tadinya beruban namun “tiba-tiba kembali” seperti muda lagi, atau para remaja sampai dewasa yang mempunyai warna rambut yang “ngejreng”, mulai dari warna gelap sampai warna yang begitu mencolok.
Banyak motif mungkin yang membuat rambut itu menjadi tidak seperti adanya. Mulai dari motif ingin mempercantik diri, motif ketidaknyamanan dengan keadaan yang sebenarnya, bahkan motif taqlid yang sekedar ingin dianggap “gaul”. Sayangnya, alasan yang terakhir ini adalah alasan yang banyak dilontarkan oleh kaum muda yang tidak mafhum asal-usul dan dasarnya.
Jika muncul pertanyaan: “Bukankah memang dibolehkan oleh Rosul, asalkan jangan menyemir rambut dengan yang berwarna hitam?”.
Hemat saya, memang sebenarnya, mewarnai rambut telah ada semenjak zaman Rosul. Tapi kita tak boleh membayangkan bahwasannya pada zaman rosul diperbolehkannya mewarnai rambut adalah untuk sekedar “gaul” atau pun misalnya, ada yang membayangkan mungkin saja pada saat itu sahabat yang dibolehkan menyemir rambut untuk tujuan “modis”?
Maka yang ingin saya coba uraikan disini adalah tidak hanya hukum mewarnai rambut. Tapi juga, pandangan saya terhadap tujuan-tujuan menyemir rambut itu sendiri. Yang tentu saja. Dimulai dari sebuah tujuan atau niat itu sendirilah yang membuat adanya suatu hukum. Bisa makruh, mubah, haram, sunnah, bahkan wajib.
Oleh karena itu, perlunya mendefinisikan pemahaman-pemahaman kita tentang masalah ini. Karena membiarkan suatu pemahaman tanpa pendefinisian yang jelas akan membuat suatu masalah menjadi seperti karet yang dapat ditarik ulur dan kembali pada keadaan semula, serta membuat setiap orang awam dapat menafsirkannya sekehendak hatinya. Ini tentunya amat berbahaya.
Dan jika terdapat perbedaan para ulama tersebut, saya fikir itu wajar. Karena ijtihad seseorang tidak mungkin sama persis. Dengan catatan, hasil ijtihad tersebut mempunyai dalil naqli yang jelas, kuat, dan shohih. Karena segala sesuatu sudah selayaknya dapat dipertanggungjawabkan. Apalagi ini menyangkut hajat hidup orang banyak.
Dan kita sebagai muslim, patutlah untuk selalu merujuk pada Al-Quran dan hadits juga ijtihad ‘alim Ulama.
1. Pengertian
Sebelum kita membahas lebih jauh mengenai hukum mewarnai rambut yang dilandasi as-Sunnah, kita harus mengerti juga apa itu AsSunnah.
Menurut para ahli ushul fiqih, sunnah adalah apa yang diriwayatkan dari Nabi saw., berupa ucapan, perbuatan, atau persetujuan. Ia dalam pandangan ulama ushul ini, adalah salah satu sumber dari berbagai sumber syariat. Oleh karena itu, ia bergandengan dengan Al-Qur’an. Misalnya, ada redaksi ulama yang mengatakan tentang hukum sesuatu: masalah ini telah ditetapkan hukumnya oleh Al-Qur’an dan sunnah.
Sementara, para ahli hadits menambah definisi lain tentang sunnah. Mereka mengatakan bahwa sunnah adalah apa yang dinisbatkan kepada Nabi saw, berupa ucapan, perbuatan, persetujuan, atau deskripsi–baik fisik maupun akhlak–atau juga sirah (biografi Rasul saw.).
Menurut Abdul Wahab Khallaf Assunnah itu bertujuan untuk pemberlakuan syariat. Yang mempunyai tujuan untuk mewujudkan kemaslahatan manusia dalam kehidupan ini dengan menarik segala sesuatu yang manfaat dan menolak sesuatu yang mudharat.

2. Hukum Menyemir Rambut
Hukum mewarnakan rambut perlu dilihat dari berbagai aspek, seperti tujuan mewarnainya, jenis-jenis warna dan pihak-pihak yang terlibat dengan kegiatan mewarna serta kesannya kepada diri, keluarga dan masyarakat.
Hadist – Hadist yang menunjukan tentang semir rambut adalah sunah fitrah, yang berarti sunah fitrah adalah masalah-masalah yang sudah ada sejak zaman dahulu.
Seperti kutipan sebuah hadits yang menjadi dasar hukum:
Dari Jabir r.a., katanya: “Rasulullah s.a.w. didatangi oleh para sahabat dengan disertai oleh Abu Quhafah yaitu ayahnya Abu Bakar as-Shiddiq radhiallahu ‘anhuma pada hari pembebasan kota Makkah, sedang kepala dan janggut Abu Quhafah itu sudah putih bagaikan bunga tsaghamah, kemudian Rasulullah s.a.w. bersabda: “Ubahlah olehmu semua warna putih ini, tetapi jauhilah -yakni janganlah menggunakan -warna hitam.” (Riwayat Muslim)
Berdasarkan hadist di atas, dalam hal ini, saya mencoba mengklasifikasikan hukum menyemir rambut tersebut kedalam 3 hal. Yakni kita jangan hanya memahaminya secara tekstual saja, namun secara kondisional dan fungsional.
Sebelum saya mengklasifikasinya, kita perlu mengetahui juga pendapat-pendapat para ulama berdasarkan ilmu dan mazhab masing-masing.

3. Perbedaan Pendapat Tentang Menyemir Rambut
Dari buku fikih sunah ada perbedaan pendapat beberapa ulama karena para sahabat ada yang menyemir rambutnya dan ada yang tidak, karena ada hadist yang menyatakan :
Dari ‘Amr bin Syu’aib dari ayahnya dari neneknya lelaki r.a. dari Nabi s.a.w., sabdanya: “Janganlah engkau semua mencabuti uban, sebab uban itu adalah merupakan cahaya seorang Muslim pada hari kiamat.”
Hadis hasan yang diriwayatkan oleh Imam-imam Abu Dawud dan Tirmidzi serta Nasa’i dengan sanad-sanad yang bagus.
Imam Termidzi mengatakan bahwa
Dari Aisyah radhiallahu ‘anha, katanya: “Rasulullah s a w bersabda:
“Barangsiapa yang mengerjakan sesuatu amalan yang tidak ada perintah dari kita, maka amalan itu wajib ditolak.”
Pandangan Hukum menyemir rambut dengan warna hitam, menurut para ulama.
1) Makruh
Menurut Mazhab Maliki, Abu Hanifah, sebagian ulama Syafi’I seperti Imam Ghazali, AL baghawi.
Tapi jika Alasan menghitamkan rambut adalah bertujuan untuk menakutkan musuh di dalam peperangan, maka hukumnya adalah harus.
Dalil yang dijadikan landasannya adalah
a) Sabda Nabi SAW : “Tukarlah ia (warna rambut, janggut misai) dan jauhilah dari warna hitam” (Shohih Muslim)
b) Berkata Ibn Umar ra : “Kekuningan pewarna para mukmin, kemerahan pewarna para Muslimin, Hitam pewarna puak Kuffar” (Riwayat At-Tobrani, Al-Haithami)
c) Nabi SAW bersabda : “Barangsiapa yang mewarnakan rambutnya dengan warna hitam, nescaya Allah akan menghitamkan wajahnya di akhirat kelak” (Al-Haithami, bagaimanapun Ibn Hajar berkata seorang perawinya agak lemah, bagaimanapun rawi tersebut diterima oleh Imam Yahya Mai’en dan Imam Ahmad)
2) Haram
Ini adalah pandangan Mahzab Syafi’i. Dikecualikan jika untuk jihad. Mereka berdalil dengan dalil kumpulan pertama tadi.
3) Harus tanpa makruh
Yang berpendapat seperti ini adalah Imam Abu Yusuf dan Ibn Sirin
Dalil mereka :
a) Sabda Nabi SAW : “Sebaik-baik pewarna yang kamu gunakan adalah warna hitam ini, ia lebih digemari oleh isteri2 kamu, dan lebih dpt menakutkan musuh” (Riwayat Ibn Majah, bagaimanapun ia adalah hadith Dhoif)
b) Diriwayatakan bhw sahabat dan tabi’ein ramai juga yang mewarnakan rambut mrk dengan warna hitam. Antara Sa’ad, ‘Uqbah bin ‘Amir, Az-Zuhri dan diakui oleh Hasan Al-Basri. (Lihat Fath al-Bari, Majma’ az-Zawaid dan Tahzib al-Atharoleh At-Tabari)
Dari sekian pandangna para ulama tersebut, Ust. Zaharudin Abd Rahman menyimpulkan :
Hadist yang melarang maksudnya adalah melarang karena dengan yang tadinya terlihat tua dan beruban tapi jika disemir oleh warna muda menjadi terlihat muda. Baik itu dikalangan wanita ataupun pria.
Adapun hadist yang membolehkan, maksudnya adalah dalam keadaan yang tidak melanggar syara’. Seperti perang untuk menakuti musuh ataupun tidak mengandung unsur penipuan, seperti merawat penyakit.

4. Fenomena Dalam Masyarakat
· Wanita dalam Menyemir Rambut
Jika dalam pemaparan diatas yang lebih dominan menitik beratkan pada pria, namun kenyataannya kini wanita pun tak jarang melakukan penyemiran rambut.
Wanita kini sanggup melakukan berbagai cara untuk terlihat cantik. Termasuk menyemir rambut dengan warna yang tidak hanya hitam melainkan juga warna-warna pirang.
Pensyarah Jabatan Fiqh dan Usul, Akademi Pengajian Islam, Universiti Malaya, Prof. Madya Dr. Anisah Ab. Ghani berkata, menjaga kecantikan memang digalakkan oleh Islam tetapi pelaksanaannya mestilah berlandaskan hukum syara’.
Dr. Anisah menegaskan, penggunaan pewarna rambut untuk tujuan mewarna mestilah menepati tiga syarat yaitu boleh menyerap air supaya air sembahyang dan mandi wajib sah, tidak mengandungi bahan yang kemudaratan pada kulit dan bahan tidak bercampur dengan najis.
Jika niatnya untuk mempercantik diri di depan suami, itu boleh dan dianjurkan. Tapi yang terjadi belakangan ini adalah, justeru ‘modis’ para wanita tersebut dalam hal mewarnai rambut, malah diperlihatkan pada yang bukan muhrimnya. Tentu itu haram hukumnya. Jangankan mewarnai rambut, memperlihatkan rambutnya pada yang bukan muhrim saja tidak boleh.
”Seorang wanita dilarang berhias untuk selain suaminya” ( H.R. Ahmad, Abu Daud, dan An Nasa’i)

· Tasabuh dalam menyemir rambut.
Jika pada zaman Rosul, perintah menyemir rambut adalah karena agar tidak menyerupai kaum kafir yang pada waktu itu tidak menyemir rambutnya. Maka kini, tidak sedikit orang muslim yang menyemir rambutnya justeru mengikuti gaya orang kafir.
Mulai dari dark blonde, dark nlonde copper, chocolate brown, brown, mocha, dan hazel, juga warna-warna gelap dan terang lainnya.
Padahal Rosul memerintahkan kita agar tidak taqlid atau tasabuh pada suatu kaum dan mengikuti mereka( yahudi, nasrsani), agar selamanya kepribadian umat muslim berbeda dengannya.
Dalam hadist yang diriwayatkan Abu Huhrairah , Rosulullah mengatakan:
“Sesungguhnya orang yahudi dan nasrani tidak mau menyemir rambut mereka karena itu berbedalah dengan mereka” ( riwayat Bukhari)
Namun sekarang, merekapun menyemir rambutnya, maka lebih baik, jika memang bukan karena alasan yang syar’i, kita tak perlu mewarnai rambut kita. Karena dengan mewarnai rambut kita, secara langsung ataupun tidak akan menyerupai yahudi dan nasrani.
Seperti yang telah saya sebutkan tadi, bahwasannya saya akan membagi atau mengklasifikasi mengenai hukum mewarnai rambut, khususnya yang berkaitan dengan pewarna yang berwarna hitam.
Ø Secara Tekstual
Jika kita memahaminya hanya sekedar menelan bulat-bulat redaksi hadits yang paling pertama saya sebutkan diatas tersebut, dapat dipastikan permasalahan akan selesai tidak menyeluruh jika tanpa harus mendefinisikan lebih dalam lagi.
Dalam makalah ini, saya mungkin tidak bermaksud menafsirkan suatu hadits. Karena keterbatasan dan kemampuan saya mengenai tafsir itu sendiri pun masih belum memenuhi syarat.
Namun memaknai hadits diatas, konteksnya sekarang adalah, bukan hanya soal warna yang boleh dipakai atau yang tidak boleh dipakai untuk menyemirnya, melainkan ada konteks lain yang sekarang berbalik dari keadaan pada zaman waktu itu. Yakni konteks keadaan dan tujuan.
Yang saya sebut sebagai kondisional dan fungsional tadi.

Ø Secara kondisional dan fungsional
Secara kondisional, pada saat itu dibolehkan disemir rambut adalah karena keadaan yang sedang dihadapi sahabat yakni untuk menghadapi musuh. Agar musuh segan.
Kemudian, secara fungsional.
Mengapa Rosul melarang mewarnai dengan warna hitam? Agar yang tadinya beruban, tidak terlihat seperti lebih muda. Karena jika terlihat seperti lebih muda karena rambutnya yang dihitamkan, otomatis itu mengandung unsur penipuan.
Dan unsur penipuan ini yang menjadi dasar bagi tidak dibolehkannya memakai semir rambut warna hitam.
Tetapi ada titik temu dalam perbedaan ini, dalam sarah bukhori muslim menyebutkan bila wajah-wajah kami masih kencang maka boleh menyemir rambut, akan tetapi bila wajah telah keriput dan gigi kami telah tanggal maka menyemir rambut tidak di sunahkan.
Maka saya lebih cenderung kepada pandangan Ibn al-Jawzi yang menyatakan bahwasannya setiap orang harus mengenali dirinya sendiri. Jika mewarnai rambut itu, entah warna hitam ataupun warna-warna lain dengan bertujuan (secara fungsional) memungkinkan dirinya bersama-sama orang muda dalam gelanggang maksiat dan memuja nafsu, itu dilarang.

KESIMPULAN
Intinya, kembali lagi pada : “innamal a’malu binniyat” Sesungguhnya setiap amalan itu tergantung kepada niat.
Karena walaupun menyemir rambut dengan warna (baik non hitam ataupun hitam) tapi niat dan tujuannya salah, atau kondisional dan fungsionalnya salah, maka itu hanya menghasilkan perbuatan yang salah juga.
Dan perlu kita renungkan juga, Uban pada hakikatnya adalah penanda bahwa usia kita sudah tua, perjalanan hidupnya mungkin lebih separuh usia telah berlalu. Jadi dengan adanya Uban, kita diperingatkan untuk lebih mengingat yang Menciptakan Uban tersebut.
Jadi, alangkah lebih bijak jika kita tidak mewarnai rambut dengan alasan yang tidak syar’i.

Tips Rasulullah agar Kuat Menjalankan Ibadah Puasa

Berpuasa di bulan ramadhan merupakan sebuah kewajiban bagi umat muslim yang sudah akil balig atau istilah umumnya cukup umur. Berpuasa berarti menahan lapar dan haus serta menahan hawa nafsu sejak terbit fajar hingga terbenamnya matahari.
Menunaikan ibadah puasa tentu harus diimbangi dengan kondisi fisik yang sehat, agar puasa dapat dilaksanakan dengan sempurna sampai tiba saatnya berbuka. Dibawah ini adalah tips dari sang teladan Rasulullah SAW agar kita kuat menjalankan puasa.


1. Mengakhirkan Sahur dan Menyegerakan Berbuka
Pertama, hendaklah kita mengakhirkan waktu sahur dan menyegerakan waktu berbuka. Rasulullah bersabda: “Makan sahurlah kalian, karena pada makan sahur itu terdapat keberkahan.” (HR. Muslim)
Zaid bin Tsabit berkata, “Kami pernah makan sahur bersama Rasulullah saw. Kemudian kami melaksanakan shalat. Kemudian saya bertanya: Berapa lamakah waktu antara keduanya (antara makan sahur dengan salat)? Rasulullah  menjawab: Selama bacaan lima puluh ayat.” (HR. Shahih)
Rasulullah juga menganjurkan kita untuk menyegerakan berbuka. Rasulullah bersabda, “Allah ‘Azza wa Jalla berfirman: Hamba-hamba-Ku yang paling Aku cintai adalah mereka yang paling menyegerakan berbuka.” (HR. Tirmidzi)
Sebagai contoh, jika adzan Subuh jam 4.30 dan adzan Maghrib jam 18.00, maka berhenti makan sahur atau buka puasa jangan lebih dari 50 ayat (sekitar 5 menit) sehingga kita hanya menahan lapar dan haus selama 13 jam 40 menit saja.

2. Makan Kurma dan Madu Saat Sahur dan Berbuka
Agar kuat berpuasa, kita bisa makan 3 butir kurma dan 2 sendok makan madu setelah makan sahur (setelah makan nasi dan lauk tentunya). Begitu pula ketika berbuka puasa. Minumlah air secukupnya (minimal 3 gelas) agar anda tidak dehidrasi.
Dari Sulaiman Ibnu Amir Al-Dlobby bahwa Nabi SAW bersabda: “Apabila seseorang di antara kamu berbuka, hendaknya ia berbuka dengan kurma, jika tidak mendapatkannya, hendaknya ia berbuka dengan air karena air itu suci.” (HR. Imam Lima)
Kurma dan Madu mengandung kalori cukup tinggi dan bisa memberi energi yang cukup untuk beraktivitas. Selain itu, makanan 4 sehat dan 5 sempurna seperti buah-buahan juga jangan dilupakan,
Kemudian makanlah dari tiap macam buah-buahan dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan bagimu. Dari perut lebah itu ke luar minuman madu yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia.” (QS. An Nahl: 69)

3. Tetap Berolahraga
Untuk menjaga kondisi badan, tetaplah berolahraga meski intensitasnya agak dikurangi. Jalan kaki atau lari pagi selama 30 menit bisa menjadi pilihan. Meski kita berkeringat, lelah, dan haus, setelah mandi pagi atau mandi sore insya Allah badan akan segar kembali. Kebersihan adalah sebagian dari iman. Oleh karena itu meski berpuasa, kita tetap boleh mandi pada waktu pagi dan petang selama tidak berlebihan.
Ibnu Mas’ud berkata, “Jika salah seorang di antara kamu berpuasa, maka hendaklah pada pagi harinya ia dalam keadaan berharum-haruman serta rambut yang tersisir rapi.”(HR Bukhari).
Dan berkaitan dengan kebersihan badan Ibnu Umar berkata, “Orang yang berpuasa boleh bersiwak (menggosok gigi) pada permulaan hari dan akhir hari (yakni pada pagi hari dan sore hari) dan tidak boleh menelan ludahnya.” (HR Bukhari)
Pertimbangkan juga untuk berolahraga 1 sampai 2 jam setelah shalat Tarawih, witir, dan membaca Al Qur’an. Jadi jika haus, kita bisa minum langsung.
Terakhir agar kita kuat berpuasa, kita harus berniat puasa di bulan Ramadhan demi Allah ta’ala di dalam hati. Niat ini selain membuat kita lebih kuat juga merupakan syarat agar puasa kita diterima Allah. Semoga Ramadhan ini menjadi Ramadhan terbaik dalam hidup kita, sehingga Allah mencurahkan ridha-Nya bagi kita semua. Rabbighfirlii aamiin.

berbagai sumber

KEAJAIBAN AIR ZAMZAM

 
Ketinggian air ZamZam adalah sekitar 10,6 meter di bawah
permukaan. Ini adalah keajaiban Allah bahwa ketika Zam Zam
dipompa terus menerus lebih dari 24 jam dengan tingkat pemompaan 8.000 liter per detik, tingkat air turun menjadi hampir 44 kaki di bawah permukaan.
NAMUN KETIKA PEMOMPAAN WS DIHENTIKAN, ketinggian air kembali naik sampai 13 kaki setelah 11 menit. 8.000 liter per detik
berarti bahwa 8.000 x 60 = 480.000 liter per menit 480.000 liter per menit berarti bahwa 480.000 x 60 = 28,8 Juta liter per jam
Dan 28,8 Juta liter per jam berarti 28.800.000 x 24 = 691,2 Juta liter per hari Jadi mereka dipompa 690 Jutaan liter ZamZam dalam 24 jam, tapi setelah itu ketinggian air kembali kesemula dalam waktu 11menit saja.
Ada 2 keajaiban di sini, pertama yang air ZamZam itu kembali pada ketinggian semula secara cepat, yang kedua adalah bahwa Allah Menahan air supaya tidak meluap, jika tidak ditahan maka dunia ini akan banjir.
Ini adalah terjemahan dari ZamZam kata, yang Berhenti berarti!!! Hentikan!!!! dikatakan oleh Hajirah alaih Sebagai Salaam.
Zimam adalah kata bahasa Arab, adalah tali / Rein melekat pada
kekang atau noseband & digunakan untuk menghentikan menjalankan hewan.
Air Zamzam tidak memiliki warna atau bau, tetapi memiliki rasa yang berbeda dan berkhasiat.
Pemerintah Arab Saudi, melalui tenaga laboratorium yang andal, pernah mengumumkan bahwa setiap satu liter zamzam mengandung klorida (159,75 mg), sulfat (140 mg), bikarbonat (398,22 mg), kalium (182,2 mg), kalsium (158,58 mg), serta natrium (318 mg).
Sedangkan dalam satu liter air kemasan yang dijual di pasaran terkandung 30 mg klorida, 27 mg sulfat, 32 mg bikarbonat, 3 mg kalium, 20 mg kalsium, dan 20 mg natrium. Makanya tidak heran apabila para peneliti sering menjadikan air zamzam sebagai referensi dalam menciptakan produk air kemasan yang menyehatkan.
SUBHANALLAH
Semoga ALLAH memberikan kita kesempatan untuk suatu saat nanti bisa meminum air zamzam langsung dari sumurnya, dan semoga ALLAH memberikan kita petunjuk dan karunia-Nya agar kita bisa segera menunaikan ibadah haji dan berkunjung ke makam Rasulullah Saw. Aamiin

Shalat Witir 1 Rakaat

Dalil Shalat Witir 1 Rakaat

Untuk sahabat yang barangkali mempunyai waktu yang sangat singkat atau terbatas atau kepepet untuk mengerjakan shalat witir 3 rakaat,  maka tidak apa-apa jika mampunya melaksanakan shalat witir hanya 1 rakaat saja. Ini ada keterangan haditsnya biar Anda merasa mantap dan tenang menjalankannya.


و حَدَّثَنِي زُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ الصَّمَدِ حَدَّثَنَا هَمَّامٌ حَدَّثَنَا قَتَادَةُ عَنْ أَبِي مِجْلَزٍ قَالَ سَأَلْتُ ابْنَ عَبَّاسٍ عَنْ الْوِتْرِ فَقَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ رَكْعَةٌ مِنْ آخِرِ اللَّيْلِ وَسَأَلْتُ ابْنَ عُمَرَ فَقَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ رَكْعَةٌ مِنْ آخِرِ اللَّيْلِ


Dan telah menceritakan kepadaku Zuhair bin Harb telah menceritakan kepada kami Abdusshamad telah menceritakan kepada kami Hammam telah menceritakan kepada kami Qatadah dari Abu Mijlaz katanya; aku bertanya kepada Ibnu Abbas tentang witir, dia menjawab; Aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Satu rakaat dari akhir (shalat) malam."dan saya bertanya kepada Ibnu Umar maka beliau menjawab; Aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Satu rakaat dari akhir (shalat) malam."
(Shahih Muslim : 1249)


Hadits yang semakna juga bisa Anda lihat pada Kitab Sunan Abu Daud : 1211, Sunan Nasai : 1671, 1672, 1673,  Musnad Ahmad : 2693, 3233, 4646, 4774 dan 4880.

Tatacara Shalat Witr 1 Rakaat
Prakteknya sama dengan shalat witir 3 rakaat atau shalat sunat lain pada umumnya, baik dari rukun shalat maupun bacaan shalat. Yang berbeda hanya terletak pada niat shalat dan jumlah rakaat.  Satu lagi yang paling ditekankan dari hadits-hadits di atas adalah waktu pengerjaannya. Dari sumber-sumber hadits yang telah Saya tuliskan di atas, dianjurkan pengerjaan shalat witir 1 rakaat adalah sebagai penutup shalat malam yakni akhir malam/menjelang waktu subuh.

Niat Shalat Witir 1 Rakaat
Niat shalat witir yang wajib, dikerjakan dalam hati, namun apabila mau ditambahkan dengan melafadzkannya, kalimah yang dibaca adalah :


أصَلِّى سُنَّةَ الْوِتْرِ رَكْعَة لِلهِ تَعاَلَى



Ushollii sunnatal witri rok’atan lillaahhi ta’aalaa.
“Aku niat sholat sunnat witir 1 roka’at karena Allah Ta’ala”

KEUTAMAAN MEMBACA ALQURAN

 Dalam kitab Riyadhus Shalihin, Imam Nawawi memaparkan hadits-hadits yang berkenaan dengan keutamaan membaca Al-Qur’an. Di antaranya:

1. Akan menjadi syafaat bagi pembacanya di hari kiamat. Dari Abu Amamah ra, aku mendengar Rasulullah saw. bersabda, “Bacalah Al-Qur’an, karena sesungguhnya ia akan menjadi syafaat bagi para pembacanya di hari kiamat.” (HR. Muslim)

2. Mendapatkan predikat insan terbaik. Dari Usman bin Affan ra, Rasulullah saw. bersabda, “Sebaik-baik kalian adalah yang mempelajari al-Qur’an dan mengajarkannya.” (HR. Tirmidzi)

3. Mendapatkan pahala akan bersama malaikat di akhirat, bagi yang mahir mambacanya. Dari Aisyah ra, berkata; bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Orang yang membaca Al-Qur’an dan ia mahir membacanya, maka kelak ia akan bersama para malaikat yang mulia lagi taat kepada Allah.” (HR. Bukhari Muslim)

4. Mendapatkan pahala dua kali lipat, bagi yang belum lancar. “Dan orang yang membaca Al-Qur’an, sedang ia masih terbata-bata lagi berat dalam membacanya, maka ia akan mendapatkan dua pahala.” (HR. Bukhari Muslim)

5. Akan diangkat derajatnya oleh Allah Dari Umar bin Khatab ra. Rasulullah saw. bersabda,: “Sesungguhnya Allahswt. akan mengangkat derajat suatu kaum dengan kitab ini (Al-Qur’an), dengan dengannya pula Allah akan merendahkan kaum yang lain.” (HR. Muslim)

6. Mendapatkan sakinah, rahmat, dikelilingi malaikat, dan dipuji Allah di hadapan makhluk-Nya.

Dari Abu Hurairah ra. Rasulullah saw. bersabda, “Tidaklah suatu kaum berkumpul di salah satu rumah-rumah Allah untuk melantunkan ayat-ayat suci Al-Qur’an dan mempelajarinya, melainkan akan turun kepada mereka ketengangan, akan dilingkupi pada diri mereka dengan rahmat, akan dilingkari oleh para malaikat, dan Allah pun akan menyebut (memuji) mereka di hadapan makhluk yang ada di dekat-Nya.” (HR. Muslim)

Subhanallah...

Semoga yang "like" dan "bagikan" tausiyah ini semua dosanya diampuni Allah, diangkat derajatnya, dikabulkan segala hajatnya dan mendapatkan pasangan yang sakinah serta anak yang sholeh/sholeha hingga bisa masuk surga melalui pintu mana saja yang dikehendaki. Aamiin ya Rabbal'alamiin

IKAN KECIL DAN AIR

Suatu hari seorang ayah dan anaknya sedang duduk berbincang bincang di tepi sungai. Kata ayah kepada anaknya, “Lihatlah anakku, air begitu penting dalam kehidupan ini, tanpa air kita semua akan mati.”

Pada saat yang bersamaan, seekor ikan kecil mendengarkan percakapan itu dari bawah permukaan air, ia mendadak menjadi gelisah dan ingin tahu apakah air itu, yang katanya begitu penting dalam kehidupan ini. Ikan kecil itu berenang dari hulu sampai ke hilir sungai sambil bertanya kepada setiap ikan yang ditemuinya, “Hai, tahukah kamu dimana air?

Aku telah mendengar percakapan manusia bahwa tanpa air kehidupan akan mati.”Ternyata semua ikan tidak mengetahui dimana air itu, si ikan kecil semakin gelisah, lalu ia berenang menuju mata air untuk bertemu dengan ikan sepuh yang sudah berpengalaman, kepada ikan sepuh itu ikan kecil ini menanyakan hal serupa, “Dimanakah air?”

Jawab ikan sepuh, “Tak usah gelisah anakku, air itu telah mengelilingimu, sehingga kamu bahkan tidak menyadari kehadirannya. Memang benar, tanpa air kita akan mati.”

Mungkin saya,anda dan orang-orang disekitar kita kadang-kadang mengalami situasi seperti si ikan kecil, kita mencari kesana kemari tentang kehidupan dan kebahagiaan, padahal kita sedang menjalaninya, bahkan kebahagiaan itu sedang melingkupi kita semua sampai-sampai kita tidak tidak menyadarinya.



http://daftarharga-baru.blogspot.com/2014/06/harga-mobil-suzuki-ertiga-terbaru-2014.html

:5 TANDA AMAL KITA DITERIMA ALLAH::

Diriwayatkan dari budaknya Ummu Salamah, dia mendengar Ummu Salamah menyampaikan hadis bahwa Rasulullah SAW berdoa seusai shalat Subuh. “Ya Allah, aku memohon kepada-Mu ilmu yang bermanfaat, rezeki yang baik, dan amalan yang diterima.” (HR al-Baihaqi dalam kitab Syu’abul Iman, juz II, hlm 284).

Hadis ini menunjukkan betapa urgennya amal yang diterima. Amal yang diterima menjadi rukun kebahagiaan dan kesuksesan di dunia dan akhirat. Imam Syafii berkata, “Setiap orang yang beramal tanpa ilmu, maka amalnya akan ditolak sia-sia.” (Matan Zubad, juz I, hlm 2, Majallatul buhuts al-Islamiyah, juz 42, hlm 279).

Di antara syarat pertama diterimanya amal adalah Islam (QS Ali Imran: 85). Kekufuran merupakan sebab utama ditolaknya amal (QS Ali Imran: 90-91). “Dan Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang beterbangan.” (QS al-Furqan: 3).

Kedua, ikhlas (QS al-Kahfi: 110). Rasulullah SAW meriwayatkan hadis Qudsi, “Aku (Allah) tidak membutuhkan kepada sekutu. Barang siapa beramal dan mempersekutukan-Ku, maka Aku tinggalkan dia dan sekutunya.” (HR Muslim).

Ketiga, mengikuti sunah Nabi SAW. “Barang siapa yang beramal tidak mengikuti perintah kami, maka akan ditolak.” (HR Muslim). Keempat, bertakwa kepada Allah. “Sesungguhnya Allah hanya menerima (kurban) dari orang-orang yang bertakwa." (QS al-Maidah: 27).

Kelima, berbakti kepada kedua orang tua. (QS al-Ahqaf: 15-16). Keenam, memperhatikan waktu beramal. Abu Bakar berwasiat kepada Umar, “Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah memiliki amalan pada malam hari yang tidak menerima amalan siang, dan amalan siang yang tidak menerima amalan malam, dan Allah tidak menerima amalan sunah sampai menunaikan yang fardu.”

Ketujuh, berbuat amal saleh. “Kepada-Nyalah naik perkataan-perkataan yang baik dan amal yang saleh dinaikkan-Nya.” (QS Fathir: 10). Kedelapan, tidak merasa bangga atas amalnya.

Sedangkan, tanda-tanda amal diterima itu ada lima macam. Pertama, doanya dikabulkan Allah. Hadis tentang tiga orang yang terjebak dalam gua dan mereka masing-masing berdoa dengan berwasilah kepada amal ibadahnya yang lalu. Doa mereka terkabul karena amalan mereka diterima Allah.

Kedua, banyak manusia yang mencintai dan menghargai orang tersebut. “Sesungguhnya Allah kalau mencintai si Fulan, memerintah Jibril AS untuk menyeru penduduk langit, ‘Wahai penduduk langit, sesungguhnya Allah SWT mencintai si Fulan, maka cintailah dia.’ Penduduk langit pun mencintai Fulan dan di bumi semua orang menerimanya.”

Ketiga, mendapat taufik Ilahi untuk melakukan amal saleh berikutnya. Keempat, kontinu dalam beramal. Segala sesuatu yang dilakukan karena Allah, akan langgeng dan terus, sedangkan kalau karena manusia, amal akan terputus.
“Dan Dialah yang menerima tobat dari hamba-hamba-Nya dan memaafkan kesalahan-kesalahan dan mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS asy-Syura: 2).

Kelima, rela akan hukum Allah dan menerima qadha dan takdir-Nya. (QS al-Bayyinah: 8).

Oleh: Prof KH Achmad Satori Ismail, Republika

Demi Allah, tahanlah lisan jahatmu atas suamimu!


Ketika diri dihadapkan pada suatu masalah, maka tak jarang gelapnya hati dan buntunya logika menuntun kita pada sebuah sikap yang justru lebih memperunyam suasana. Tak jarang pula, entah tanpa sadar atau tidak, kita mengeluarkan kata- kata makian dan penuh dengan nada- hujatan serta merendahkan. Dan sangat disayangkan, ketika obyek alias sasaran yang kita harapkan untuk menerima kerendahan itu ternyata adalah suami kita sendiri.Wahai wanita…

Lalu apakah yang kau peroleh setelah menghujat? Apakah yang kau peroleh setelah kalimat “margasatwa” itu telah habis- habisan kau paksaan bagi suamimu untuk mendengar? Legakah batinmu atas keadaan itu?

Masyaallah, lihatlah  ternyata kau sama sekali tidak terlihat lebih indah. Demi Allah, memanglah sangat sakit mungkin, sakit yang kau rasakan saat kau penuh amarah. Namun semua kata- kata kotor yang kau lontarkan itu, ternyata tidak akan pernah sama sekali memuliakanmu di hadapan Allah, dan atau memberi celah untukmu mendapatkan jalan keluar atas masalahmu itu.
Maka bersabarlah….

Bersabar itu bukan berarti kau tak boleh sama sekali marah. Bersabar itu berarti kau tetaplah boleh marah, tetapi tidak menggunakan rasa marah yang kau rasakan itu, untuk merendahkan diri suamimu dan melukai hati beliau, sehingga beliau terasa sangat terendahkan dan sedih, sedang dirimu sendiri telah berhasil mengikhlaskan diri untuk tidak menjadi mulia. 

Maka ingatlah para wanita, suamimu adalah tetap dan akan selamanya menjadi ladang ibadah bagimu untuk meraih surga. Beliau adalah penyelamat kehormatanmu, penjaga batinmu, dan karenanya kau juga tak mendapat julukan perawan tua ataupun janda yang dipandang sebelah mata oleh manusia. Kau memang sangat dan teramat bebas mengekspresikan kemarahan dan kata- kata jahatmu kepada suamimu, saat kau marah. Namun yakinlah bahwa kau tak akan pernah bebas dari efek samping yang akan kau terima di kemudian hari, atas semua yang telah kau lakukan itu. 

Ketika kau marah dan protes atas sebuah keadaan, maka ingatlah bahwa keadaan yang sedang tersedia di hadapanmu itu, sesungguhnya sedang menantangmu untuk menunjukkan jati diri terbaikmu. Maka jangan kau sia- siakan kehadirannya, dengan justru menghadirkan serendah- rendahnya kualitas diri lewat lidahmu yang jahat. 

Dan ketahuilah wahai wanita, lisanmu itu adalah nikmat dari Allah, namun bisa menjadi bencana terbesar bagi hidupmu jika kau telah lepas kendali. Maka kendalikanlah dia, dan jangan serahkan kekuasaan itu kepada selera dan keadaan perasaanmu saja yang setiap saat bisa berubah dan berbeda. Apakah kau tahu, banyak para suami dan mungkin termasuk suamimu, yang sebenarnya menginginkan untuk selalu berlaku mesra dan menjadikan istrinya “pos” terakhir dari petualangan hidupnya. Namun… istrinya kasar, pemarah, perendah bagi suaminya sendiri, tidak menghormati mereka.
Wahai wanita, kau adalah pemilih dari keadaan yang selanjutnya kau hadapi dan kau rasakan sendiri. Sekuat- kuatnya seorang laki- laki, maka pun akan patah juga pertahanan mereka saat telah tidak terasa lagi sebuah penghormatan dan perlakuan baik atas diri dan harga dirinya



wisataind.com